Search This Blog

Monday, July 4, 2022

BELAJAR VULKANOLOGI : TIPE GUNUNG API BERIKUT TATANAN TEKTONIKNYA DAN SIFAT MAGMATOLOGINYA

 PENGERTIAN GUNUNG API

Pada awalnya, kata gunung api atau vulkano berasal dari bahasa Italia yaitu “vulcan”, sebutan dari Dewa Api (penjaga tubuh gunung api) yang tinggal di puncak Gunung Vulcano, di Laut Mediterania, Sicilia-Italia (Tilling, 2000). Didasarkan pada arti suku katanya, vulkano berasal dari bahasa Belanda, yaitu “vulkaan”; dalam bahasa Inggris dari kata “volcano”. Kedua kata tersebut diartikan sama yaitu gunung api. Sedangkan dalam bahasa Indonesia “volcano” dapat diterjemahkan sebagai vulkano atau volkano, yang keduanya dibenarkan dalam penyebutannya asalkan konsisten. Gunung api merupakan lingkungan geologi yang keterdapatan dan aktivitasnya dikontrol oleh kondisi tektonikanya secara regional. Mengacu pada pemahaman tektonika lempeng, gunung api dapat dijumpai pada tepian lempeng konvergen dan tepian lempeng divergen. Itulah sebabnya gunung api sebenarnya telah muncul di permukaan bumi sejak bumi terbentuk, yaitu mulai terjadinya proses konvergen dan divergen, yang berlangsung sejak Perm (225 juta tahun yang lalu). Itulah sebabnya, batuan gunung api banyak dijumpai di permukaan bumi, terutama pada wilayah yang pernah berlangsung proses konvergen dan / atau divergen tersebut. Tatanan tektonika tersebut membentuk gunung api dengan tipe magma, karakteristik aktivitasnya, dan material gunung api yang dihasilkannya.

Proses magmatisme yang berlangsung di dalam perut bumi menentukan tipe dan sifat material gunung api. Di dalam bumi sendiri terdapat berbagai seri magma, tergantung dari tatanan tektonika lempeng yang memicunya. Tektonika juga berperan dalam pembentukan rekahan sehingga magma dapat mengalir ke permukaan bumi; yang di dalamnya akan berlangsung proses asimilasi dan diferensiasi magma. Secara umum, terdapat magma tholeiit yang berasal dari bagian atas lapisan astenosfer; magma Ca-alkalin yang berasal dari proses pelelehan batuan sebagian pada zona konvergen; dan magma shoshonit (basal alkali tinggi) yang berasal dari pelelehan batuan sebagian pada bagian bawah zona subduksi. Dalam dapur magma yang terletak di bawah tubuh gunung api, magma mengalami proses diferensiasi dan asimilasi sehingga mengubah komposisi dan sifat magmanya. Magma yang berbeda dengan tatanan tektonika yang berbeda, menghasilkan tipe gunung api dan tipe erupsi yang berbeda pula. Ada beberapa tipe gunung api di permukaan bumi, yaitu tipe perisai, komposit (strato), kubah lava, maar, cincin tuf dan cincin skoria. Tipe gunung api perisai banyak menghasilkan aliran-aliran lava sangat encer yang selanjutnya tertumpuk di permukaan bumi, membangun tubuh gunung api dengan geomorfologi yang landai (perisai). Tipe gunung api komposit dibangun oleh hasil aktivitas konstruktif dan destruktifnya membentuk geomorfologi kerucut gunung api.

Berikut ini adalah definisi gunung api menurut beberapa penulis terdahulu dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

1. Menurut MacDonald (1972), gunung api adalah tempat atau bukaan tempat berasalnya atau keluarnya batuan pijar atau gas dan/ atau umumnya keduanya ke permukaan bumi, hingga lama-kelamaan terakumulasi dan membentuk bukit atau gunung. Definisi tersebut masih ada kelemahan. Kelemahan pertama adalah jika gunung api harus merupakan timbulan hasil akumulasi material gunung api, mak gunung api monogenetik, seperti maar bukanlah gunung api. Jika definisi gunung api harus mengacu pada tempat berasalnya batuan pijar atau gas atau keduanya, maka lapangan gunung api (volcanic field), kerucut sinder (cinder cone), kerucut tuf (tuff cone) dan cincin tuf (tuff ring) tidak dapat dikategorikan sebagai gunung api. Begitu pula dengan gunung api perisai yang berbentuk perisai datar, yang terletak pada zona pemekaran lantai samudra pun tidak termasuk di dalamnya.

2. Menurut Alzwar dkk (1988), gunung api adalah suatu timbulan di permukaan bumi, yang tersusun atas timbunan rempah gunung api, serta tempat dengan jenis dan kegiatan magma yang sedang berlangsung, dan tempat keluarnya batuan leleran dan rempah lepas gunung api dari dalam bumi. Dalam hal ini, apa yang didefinisikan Alzwar dkk (1988) terdapat beberapa kelemahan. Jika gunung api harus berbentuk timbulan, maka tipe gunung api perisai dan tipe gunung api kaldera tidak termasuk di dalamnya. Padahal gunung api tipe perisai merupakan bagian dari gugusan gunung api yang terletak pada punggungan tengah samudra, yang secara tektonika sebagai akibat dari proses pemekaran lantai samudra. Sedangkan gunung api tipe kaldera, seperti Gunung Krakatau, Danau Toba (Samosir) dan Kaldera Yellowstone merupakan lembah melingkar atau setengah melingkar, yang terbentuk oleh penghancuran kerucut gunung api akibat aktivitasnya yang bersifat sangat eksplosif. Kelemahan kedua, jika gunung api tersebut adalah aktivitas magma yang sedang berlangsung, maka gunung api yang kini tidak lagi menunjukkan aktivitasnya (inaktif), seperti Gunung Ungaran, Merbabu, Muria, Lawu, Raung, Palasari, Karang, dan Serandil tidak termasuk di dalamnya. Padahal, Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA), mensyaratkan bahwa untuk dapat melakukan pembangunan PLTN, diperlukan analisis menyeluruh terhadap gunung api-gunung api yang dinyatakan kapabel (berpotensi aktif kembali). Hal itu didasarkan pada data sejarah yang menyatakan bahwa aktivitas gunung api dapat saja berlangsung pada gunung api yang telah ratusan hingga ribuan tahun tidak aktif. Untuk itu, IAEA (1997) menentukan bahwa gunung api yang memiliki umur inaktifnya kurang dari 2 juta tahun untuk tipe komposit dan kurang dari 6 juta tahun untuk tipe kaldera, dikategorikan sebagai gunung api kapabel. Suatu gunung api yang mengalami letusan eksplosif, sering disertai dengan penghancuran tubuh kerucutnya. Tidak jarang, gunung api-gunung api tersebut hanya menyisakan bentukan bentang alam cekungan (~kaldera) yang kemudian terisi oleh air membentuk danau di permukaan. Mengacu pada definisi tersebut, tipe gunung api kaldera tidak lagi dapat dikelompokkan sebagai gunung api, karena beberapa gunung api tipe ini tidak menunjukkan aktivitas magmatiknya hingga ratusan sampai ribuan tahun, sampai muncul tubuh gunung api yang baru. Di samping itu, morfologi gunung api ini berupa depresi berbentuk tapal kuda, lingkaran hingga setengah lingkaran, bukan timbulan. Hal itu juga berlaku untuk lapangan-lapangan gunung api monogenetik, seperti maar. Kelemahan pemahaman definisi ini adalah, tidak semua gunung api berbentuk timbulan, tidak semua gunung api menunjukkan aktivitas magmatiknya secara terus-menerus, dan material penyusun gunung api dapat berupa batuan intrusif, batuan ekstrusif atau keduanya.

3. Menurut Tilling (1999), gunung api merupakan pegunungan, namun sangat berbeda dengan jenis pegunungan yang lain. Gunung api tidak terbentuk dari proses lipatan dan deformasi, ataupun oleh pengangkatan dan erosi. Gunung api membangun tubuhnya sendiri, yang tubuhnya terbentuk dari akumulasi material hasil aktivitasnya. Material tersebut dapat berupa lava, bom (aliran abu terkerakkan) dan tefra (material piroklastika). Menurut Tilling pula, morfologi gunung api umumnya berupa bukit atau gunung berbentuk kerucut, yang dibangun di seputar kaldera yang berhubungan dengan reservoir batuan cair yang disebut magma. Reservoir tersebut terletak di bawah permukaan bumi pada kedalaman 1,5−10 km. Dalam hal ini, definisi tersebut lebih cenderung mengacu pada gunung api busur magmatik, yang memiliki tubuh strato atau komposit. Jadi, gunung api pada zona pemekaran (oceanic rifting, hotspot dan punggungan tengah samudra) secara tegas belum termaktup.

4. Menurut Bronto (2010), tiap-tiap proses alam yang berhubungan dengan kegiatan kemunculan magma ke permukaan bumi, meliputi asal-usul pembentukan magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan kegiatannya, disebut gunung api. Pemahaman itu tidak terbatas pada kondisi geomorfologi tertentu; timbunan atau onggokan material gunung api yang membentuk gunung atau bukit; waktu kemunculannya; dan mekanisme tertentu dari kemunculannya. Secara sederhana, Bronto menyebutkan bahwa setiap magma yang muncul ke permukaan bumi adalah gunung api. 5. Dalam buku ini, gunung api didefinisikan sebagai proses magmatisme yang berlangsung secara alamiah, yang dicirikan oleh bergeraknya magma dari dalam bumi (reservoir magma) ke permukaan bumi melalui suatu rekahan yang terbentuk secara tektonika. Peristiwa tersebut dapat berlangsung secara berulang-ulang (poligenetik) maupun sekali saja (monogenetik). Dalam hal ini, gunung api tersebut harus memiliki pasokan magma (dapat berupa dapur magma ataupun magma penyusun mantel bumi), memiliki rekahan (yang terbentuk secara tektonika) yang menghubungkan sumber magma tersebut dengan permukaan bumi, dan gerakan magma ke permukaan bumi. Untuk itu keberadaan gunung api selalu dikontrol oleh adanya tektonika aktif, seperti zona pemekaran lantai samudra dan zona magmatisme pada mekanisme tektonika lempeng. Geomorfologi gunung api juga tidak selalu berupa timbulan yang membentuk gunung, dapat berupa lembah sirkular, setengah sirkular dan perisai setinggi 100 meter.

PRINSIP DASAR GUNUNG API

Prinsip dasar gunung api adalah adanya magma sebagai sumber material gunung api yang dierupsikan, rekahan yang menghubungkan magma dengan permukaan bumi (yang terbentuk secara tektonika) dan tektonika yang mengontrol pergerakan magma ke permukaan bumi. Sifat-sifat dan kegiatan magma di dalam perut bumi disebut magmatisme. Terjadinya magmatisme dikontrol oleh tatanan tektonismenya. Tektonisme dan gaya gravitasi bumi membentuk proses pemisahan dan pengangkatan magma dalam reservoir magma atau dalam dapur magma, ke lapisan kerak bumi yang di atasnya. Tektonisme menjaga keseimbangan siklus pembentukan batuan dalam lapisan kerak bumi, yaitu pelelehan, pembekuan, metamorfisme, penghancuran, sedimentasi, erosi dan litifikasi.

Prinsip dasar kegunungapian adalah harus ada magma, rekahan yang mencapai permukaan bumi, dan proses tektonika yang memicu terjadinya rekahan dan aliran magma hingga menjangkau permukaan bumi. Sifat-sifat dan kegiatan magma di dalam perut bumi disebut magmatisme. Terjadinya magmatisme dikontrol oleh tatanan tektonismenya. Tektonisme dan gaya gravitasi bumi membentuk proses pemisahan dan pengangkatan magma dalam reservoir magma atau dalam dapur magma, ke lapisan kerak bumi yang di atasnya selama upwelling berlangsung.

Tipe Gunung Api Berdasarkan Tatanan Tektoniknya

Berdasarkan tatanan tektonikanya, tipe gunung api dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu gugusan gunung api busur magmatik, gugusan gunung api tengah samudra (mid oceanic ridge volcanous), dan gugusan gunung api zona rifting di belakang busur (lava floods). Tipe-tipe gunung api tersebut memiliki sifat dan komposisi litologi yang berbeda-beda, tergantung dari tatanan tektonikanya.

Tatanan Tektonika Gunung Api

Tipe Gunung Api Berdasarkan Bentang Alam dan Jenis Batuannya

Didasarkan pada bentang alam dan jenis batuan yang menyusun tubuh gunung api, para ahli vulkanologi mengelompokkan tipenya menjadi empat, yaitu gunung api komposit atau strato (composite volcanoes), gunung api perisai (shield volcanoes), gunung api monogenetik dan kubah lava (lava domes). Selain tipe monogenetik, gunung api - gunung api tersebut dibangun dari erupsi-erupsi poligenetik, yang berlangsung secara berulang dalam waktu yang panjang. Tipe gunung api monogenetik terbentuk dari letusan tunggal, yang aktivitasnya berlangsung secara freatik maupun freatomagmatik adalah maar, cincin tuf, skoria tuf, dan kerucut tuf. Ke semua tipe gunung api tersebut memiliki sifat magmatologi dan vulkanismenya, tatanan tektonika dan masa hidup (life time) yang beragam.

A. Tipe Gunung Api Komposit (Composite volcanoes)

Gunung api tipe komposit paling umum dijumpai di dunia, disebut juga gunung api strato. Secara tektonika, gunung api ini terbentuk oleh proses kemunculan magma Ca-Alkalin ke permukaan bumi melalui rekahan yang dibentuk secara tektonika, yang magmanya dibentuk oleh proses pelelehan batuan sebagian ketika terjadi penunjaman lempeng samudra di bawah lempeng benua atau lempeng samudra di bawah lempeng samudra yang lain.

Menurut McDonald (1972), gunung api tipe komposit (strato) adalah gunung api yang tubuhnya tersusun oleh material hasil erupsinya yang bersusunan secara berlapis-lapis.

Tubuh Gunung Api Komposit

Lebih jauh lagi, McDonald (1972) menyebutkan bahwa, material gunung api yang menyusun gunung api tipe komposit biasanya terdiri atas material klastik gunung api (piroklastik), koheren lava dan lahar, sehingga disebut juga sebagai gunung api strato (dari kata “strata”). Pada tubuh gunung api tersebut terdapat rusuk-rusuk gunung api yang dibentuk oleh batuan beku intrusi dangkal, seperti intrusi gang, sill, retas, lakolit dan lapolit. Gunung api ini dicirikan oleh bentukan lereng berundak, dengan morfologi kerucut simetri dan tubuh yang besar. Hasil pengamatan di lapangan di beberapa gunung api komposit di Indonesia, seperti Gunung Api Merapi, Merbabu, Dieng, Sindoro, Sumbing, Muria, Kelud, Semeru, Tangkuban Perahu, Karang, Lumutbalai, Rajabasa, Kerinci, Talang, Sinabung, dan Gamalama; menjumpai tubuh kerucut gunung api tipe komposit tersusun atas perselingan lava; abu gunung api, endapan sinder, blok dan bom sebagai endapan piroklastik; dan lahar yang tersusun atas material epiklastik (hasil longsoran dan erosi material piroklastik dan lava. Ketinggian tubuh kerucut gunung api tipe komposit dapat mencapai lebih dari 2,5 km (8000 kaki), dan merupakan jenis gunung api terindah Contoh gunung api tipe komposit adalah Gunung Api Merapi, Galunggung, Kelud, Semeru, Slamet dan kebanyakan gunung api di Indonesia, Fuji (di Jepang), Cotopaxi (di Ekuador), Shasta (di California), Hood (di Oregon), Pinatubo (di Philipina), Rainier (di Washington), Ruapehu (di New Zealand), del Ruiz (di Colombia), Colima (di Meksiko), dan lain-lain.

Gunung api Sundoro dan Sumbing Contoh Tipe Stratovolkano / Komposit

Kebanyakan tipe gunung api komposit memiliki kawah di bagian puncak hingga lereng atas, yaitu tempat berpusatnya kepundan atau kelompok kepundan. Lava mengalir melalui zona rekahan pada dinding kawah atau di sepanjang pipa pada lerengnya. Lava mengalami pemadatan di dalam celah membentuk gang (dike) yang berperan sebagai tulang rusuk (rib) yang dapat memperkuat kerucut gunung api. Ciri utama tipe komposit yang lain adalah adanya sistem konduit, yaitu bagian gunung api yang dilalui magma dari dapur magma (bumi) ke permukaan. Tubuh gunung api tersusun atas akumulasi material yang dierupsikan melalui konduit tersebut dan makin lama makin bertambah besar oleh lava, sinder, abu dan lain-lain yang dihasilkan selama periode aktivitasnya berlangsung. Saat gunung api ini beristirahat, proses erosi menghancurkan kerucut. Setelah kerucutnya terkelupas oleh erosi tersebut, selanjutnya dikeraskan dengan magma yang mengisi konduitnya (yang berfungsi sebagai sumbat gunung api) dan celah (rekahan: gang) hingga tersingkap, hal itu dapat mengurangi laju erosi. Akhirnya, semua yang tersisa adalah suatu kompleks sumbat gunung api dan batuan gang (intrusi ke samping) yang terlihat di permukaan tanah, sebagai petunjuk dari sisa-sisa bekas gunung api. Keberadaan batuan intrusi gang dan sisasisa batuan sumbat konduit tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi tubuh gunung api purba (yang aktif pada masa lampau) tipe komposit. Hampir 90% kepulauan di Indonesia tersusun atas batuan gunung api bertipe komposit, dengan umur yang beragam dari Pra-Tersier seperti yang dijumpai di Indonesia timur, Tersier di Sumatra, dan Jawa hingga Kuarter seperti yang dijumpai di Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Sulawesi Utara, dan Halmahera. Beberapa sisa-sisa gunung api komposit berumur Tersier yang terdapat di Jawa, adalah Pegunungan Kulonprogo, Pegunungan Selatan (dari Parangtritis di sebelah barat ke timur hingga Tulungagung sampai Banyuwangi), Jatibarang, Cikotok, Pongkor, Pangandaran, Cupunagara, sepanjang bagian barat Sumatra, Mentawai, Puncak Jayawijaya, dan lain-lain. Komposisi litologinya pun bervariasi, dari basaltis, andesitis, dasitis, hingga riolitis; yang terdiri atas batuan beku intrusi dangkal dan koheren lava, serta batuan vulkanik fragmental kasar hingga halus. Aktivitas gunung api dari gugusan Pegunungan Kulon Progo dan Ponorogo-Pacitan barangkali mirip dengan aktivitas Merbabu-Telomoyo-Ungaran-TidarMerapi masa kini. Keduanya memiliki afinitas magma induk andesitis, yang memproduksi aliran lava, abu piroklastik dan beberapa lahar pada fasies medialnya. Kebanyakan aktivitas gunung api di Indonesia masa kini dicirikan oleh pembangunan tubuh gunung api, yang menghasilkan perselingan erupsi efusif dan freatik. Hingga kini, aktivitas Gunung Api Merapi masih dicirikan oleh pembangunan tubuhnya. Aktivitas Gunung Api Krakatau pada awalnya lebih dicirikan oleh erupsi-erupsi intrusif dan ekstusif yang membangun tubuhnya. Pada periode berikutnya, setiap 600 tahun sekali berlangsung erupsi eksplosif yang menyemburkan material juvenil (magmatis dari dapur magma), material aksidental (penyusun tubuh dan puncak gunung api) dan material asesorinya (dari penghancuran dinding dapur magma). Kini aktivitas Gunung Api Krakatau dicirikan oleh letusan-letusan eksplosif lemah dengan mekanisme freatik hingga freatomagmatik yang membangun tubuhnya kembali setelah erupsi eksplosifnya yang bersifat merusak pada tahun 1883. Gunung Api Kelud memiliki danau kawah pada puncaknya. Erupsi Gunung Api Kelud dan Gunung Api Galunggung yang berintensitas sangat besar pada masa lalu, menyebabkan bagian puncaknya ikut tersemburkan sehingga terbentuk cekungan yang besar. Kini cekungan tersebut terisi air (meteorik) membentuk danau kawah yang sangat indah. Cekungan depresi akibat runtuhnya sebagian puncak gunung api tersebut, biasanya dikenal sebagai kaldera. Bentuk kaldera umumnya melingkar, berukuran besar (luas) dengan diameter 1–25 km, dan panjang depresi mencapai 100 km. Kaldera gunung api yang sangat besar yang dibentuk oleh erupsi gunung api juga dapat dijumpai di Danau Toba, oleh erupsi eksplosif Gunung Toba pada sekitar 10.000 tahun yang lalu, kini dalam kaldera Toba tumbuh gunung api baru yaitu Samosir dan Sinabung. Danau kawah ini memiliki panjang 87 km dengan lebar 27 km, berada di ketinggian 904 mdpl dan kedalaman maksimal 505 meter.

        Pertumbuhan gunung api tipe komposit dengan afinitas magma silisik-intermediet dapat berlangsung hingga 1,8 juta tahun (dibahas detail pada Bab 6). Aktivitasnya mencakup fase konstruktif (membangun) dan fase destruktif (merusak). Pada awal pertumbuhannya, fase pembangunan kerucut gunung api dapat berlangsung dalam ratusan hingga ribuan tahun, dengan dicirikan oleh erupsi-erupsi efusif, yang sesekali berlangsung pula erupsi-erupsi eksplosif kecil tipe Stromboli. Pada fase destruktif, sejalan dengan evolusi magma, aktivitasnya dicirikan oleh erupsi-erupsi eksplosif, dengan Indeks Eksprosivitas Gunung api (ILG/VEI) 6–8; dan selalu bersifat merusak (Newhall dan Self, 1982). Pada masa sejarah letusan gunung api yang dapat digolongkan dalam kelompok ini adalah letusan Gunung Api Tambora di Nusa Tenggara pada 1815 dan Gunung Api Krakatau di Selat Sunda pada 1883 (Kusumadinata, 1979; Simkin dan Fiske, 1983). Pada masa prasejarah letusan paroksismal antara lain terjadi di Kaldera Toba di Sumatra Utara, Kaldera Sunda di utara Bandung Jawa Barat, Kaldera Ijen di Jawa Timur, serta Kaldera Batur di Bali (Simkin dan Siebert, 1994). Letusan besar yang disertai dengan pembentukan kaldera gunung api disebabkan oleh tekanan gas di dalam magma yang sangat kuat, yang dihasilkan akibat pemisahan gas dari cairan magma selama proses diferensiasi, dimulai dari basal menjadi andesit basal, andesit dan dasit, atau bahkan riolit. Tekanan gas lebih diperbesar karena terjadi interaksi antara magma dengan air bawah permukaan sehingga menjadi uap air. Uap air tersebut selanjutnya memfragmentasi magma asam membentuk busa magma dan menambah tekanan terhadap dinding dapur magma dan pipa kepundan. Pada saat dinding dapur magma dan pipa kepundan tidak mampu lagi menahan tekanan magma dan busa magma; terjadilan letusan, dengan disertai runtuhnya dinding dapur magma, pipa kepundan dan sebagian kerucut gunung api membentuk kaldera baru. Gambar 4.4 menjelaskan mekanisme erupsi eksplosif yang disertai dengan pembentukan kaldera gunung api. Pada saat terjadi letusan maha besar ini, bahan yang dierupsikan tidak hanya magma tetapi juga membongkar batuan yang lebih tua di atasnya. Batuan primer yang mewakili cairan magma berupa pumis ringan (light pumice), pumis berat (dense pumice), serta bom dan blok gunung api. Keempat bahan magma itu mempunyai komposisi relatif sama sebagai fragmen batuan beku menengah-asam dan sering disebut juvenile material. Batuan tua dapat berupa batuan dasar (batuan metamorf, batuan beku intrusi dalam, dan batuan sedimen meta, accidental rock fragments) dan batuan gunung api yang sudah ada sebelumnya (accessory rock fragments), yang sebagian sudah terubah, teroksidasi atau bahkan lapuk. Fragmen batuan tua dan blok gunung api hampir selalu berbentuk sangat menyudut-menyudut tajam karena terfragmentasi akibat ledakan, diendapkan secara in situ atau belum mengalami pengerjaan ulang melalui proses sedimentasi epiklastik. Pada letusan sangat merusak kelimpahan fragmen batuan tua bisa sangat tinggi, terutama yang diendapkan di dekat (pematang) kawah atau kaldera gunung api. Hal itu karena batuan tua pada umumnya mempunyai berat jenis lebih besar daripada material gunung api berkomposisi asam, apalagi berupa fragmen pumis dan abu gunung api. Pada saat letusan dan terbentuk awan panas atau aliran piroklastik besar (block and ash flows, pumice flows atau ignimbrites), fragmen batuan tua yang berukuran bongkah (diameter > 64 mm) tertinggal di dekat kawah, sedangkan sebagian pumis, lapili, dan abu gunung api, mengalir menjauhi sumber erupsi. Walker (1985), Wright (1981), serta Wright dan Walker (1977) menyebut endapan ekor aliran piroklastik kaya fragmen batuan tua ini dengan nama a co-ignimbrite lag-fall deposit, sedangkan Cas dan Wright (1987) memberikan nama co-ignimbrite breccias (breksi ko-ignimbrit). Ciri khas batuan gunung api produk letusan sangat besar ini banyak mengandung pumis dalam berbagai ukuran dan berkomposisi asam. Kemungkinan lain terbentuknya tekanan sangat kuat disebabkan terjadinya percampuran magma basal dengan magma asam (magma mixing). Batuan piroklastik yang banyak mengandung fragmen batuan tua ini secara pemerian umum dapat pula disebut breksi polimik atau breksi aneka bahan, karena tersusun atas berbagai macam batuan, baik yang berasal dari magma primer saat erupsi (pumis, bom, dan blok gunung api), maupun fragmen batuan tua (nongunung api dan gunung api), bentuk fragmen sangat menyudut-menyudut tajam, ukuran butir sangat beragam mulai dari pasir, lapili/kerikil sampai blok/bongkah/bolder, pada umumnya tidak terpilah, masif dan tidak ada struktur sedimen. Ketebalan maksimum berada di pematang kaldera, tetapi menipis menjauhi pusat erupsi. Dalam beberapa hal, karena efek pembebanan dan aliran, struktur pemipihan (flattening) dan imbrikasi fragmen batuan dapat dijumpai. Secara bentang alam, breksi piroklastik polimik ini berasosiasi dengan penampakan atau fitur cekungan bekas kawah/ kaldera gunung api. Perbedaan utama dengan breksi sedimen aneka bahan pada tekstur fragmen (sangat menyudut-menyudut tajam), dan litologi penyusun (pumis bercampur fragmen andesit dan batuan tua melimpah), serta berasosiasi dengan fitur/penampakan bentang alam cekungan (bekas) kawah/kaldera gunung api.

B. Gunung Api Perisai (Shield Volcanoes)

Secara tektonika, gunung api tipe perisai dapat terbentuk pada pemekaran lantai samudra, membentuk mid oceanic ridge basalt (MORB), hotspot, pulau gunung api dan oceanic rifting. Gugusan gunung api MORB, hotspot, pulau gunung api dan rift zone volcanism tersebut dapat dijumpai secara berjajar mengikuti arah keluarnya magma dan arah pergerakan lempeng. Saat lempeng-lempeng tersebut membuka, magma yang terakumulasi di bawahnya atau yang berasal dari dalam lapisan astenosfer, bergerak melalui celah tersebut dengan dikontrol oleh adanya arus konveksi akibat arus panas dalam tubuh magma. Magma mengalir ke permukaan sambil menyemburkan uap dan material klastik batuan penutup saat rekahan membuka. Erupsi awal tersebut disebut erupsi Stromboli, yang berlangsung hanya dalam waktu beberapa menit, menghasilkan endapan sinder (cinder cone). Saat lempeng samudra yang membuka telah sepenuhnya tertutup oleh lava basal (ultra-basal), proses pemekaran berlangsung pada titik yang paling lemah pada sisi yang lain, dan seketika itu juga diikuti dengan proses vulkanisme berikutnya membentuk tubuh gunung api perisai yang lain. Tubuh gunung api perisai tersusun atas aliran-aliran lava (cair), yang mengalir dari pipa kepundannya ke segala arah atau kelompok kepundan dan bergerak ke samping. Tipe gunung api ini berbentuk kerucut dengan kemiringan kecil atau bahkan datar, atau berbentuk kubah datar seperti perisai perang. Tubuh gunung apinya dibentuk secara perlahan oleh pertumbuhan ribuan aliran lava sangat encer (basalan), yang menyebar dalam radius yang cukup jauh. Aliran lava tersebut kemudian mendingin dan membeku sebagai lapisan lava tipis dengan kemiringan yang sangat kecil. Lava-lava tersebut umumnya juga keluar dari dalam bumi melalui rekahan-rekahan (fisures) yang selanjutnya berkembang pada tepian (lereng) kerucut Beberapa gunung api perisai yang berskala besar dijumpai di Kalifornia bagian utara dan Oregon, dengan diameter 5–6,5 km dan tinggi 500–600 meter. Tipe gunung api ini juga dijumpai di Kepulauan Hawaii, yaitu Mauna Loa dan Kilauea, yang dikenal sebagai gunung api perisai teraktif di dunia. Proses pertumbuhan gunung api tipe perisai dipengaruhi oleh pembentukan celah secara tektonika. Magma primer mengisi celah tersebut dan selanjutnya mengerosi bagian dinding-dindingnya sambil melepaskan gas CO2 ke udara. Magma yang telah menjangkau dapur magma di bawah tubuh gunung api mengalir melalui rekahan yang terbentuk belakangan oleh adanya gaya tarik akibat proses pemekaran, membentuk transform zone. Magma mengalir ke permukaan danau lava di permukaan celah dan membentuk membentuk sungai lava/ banjir lava pada bagian lereng. Setiap keluarnya magma ke permukaan bumi diawali dengan kemunculan gas, hasil interaksi magma (panas) dengan air dan udara di permukaan.


C. Kubah Lava

Kubah lava gunung api terbentuk dari kumpulan aliran lava yang muncul di puncak seputar kawah gunung api, membentuk morfologi kubah, yang dibentuk dalam satu periode erupsi atau lebih Kubah lava dapat terbentuk apabila kawah gunung api berada pada puncaknya membentuk mangkuk (cekungan), dan magma yang keluar bersifat kental, sehingga hanya menumpuk di atas lubang kepundan membentuk bukit. Karena lava tersebut mendingin dengan cepat dan tidak jatuh ke lereng, maka kubah batuan beku yang dihasilkannya tersebut mengeras dan karena berhubungan langsung dengan cuaca yang selalu berubah di udara bebas, maka permukaannya mudah terfragmentasi. Dalam pertumbuhannya, pada bagian luar tubuh kubah mendingin dan mengeras, yang selanjutnya diterobos oleh aliran lava berikutnya. Karena pada bagian luar mengeras, maka pada batas antara lava lama (keras di bawah) dan lava baru (plastis di atas) terbentuk perlapisan terpisah. Oleh proses pendinginan dan pengerasan yang tidak bersamaan tersebut, jika bukit kubah lava telah memenuhi mangkuk/cekungan kawah bagian yang plastis mudah runtuh, gugur menuruni lereng membentuk guguran kubah lava. Proses pendinginan yang berhubungan dengan udara bebas dan adanya perubahan cuaca (panas ke dingin), menyebabkan bagian permukaan tubuh kubah lava terfragmentasi, terisi oleh air meteorik dan selanjutnya mudah runtuh Struktur dalam dari kubah lava berupa perlapisan lava koheren yang makin mendingin dan mengeras secara gradasi ke atas dan ke luarnya Hal itu mengindikasikan bahwa pertumbuhannya membesar ke luar dan ke atas. Kubah lava ini sangat umum menyusun puncak gunung api tipe komposit. Diameter dan volume kubah lava bervariasi tergantung dari besarnya kawah (cekungan kawah) di puncak gunung api. Diameter kubah lava Gunung Api Merapi dapat mencapai 1 km dengan tinggi kubah mencapai 100–200 meter; kubah lava Gunung Api Galunggung dapat mencapai diemeter 2 km dengan tinggi kubah mencapai lebih dari 500 m; dan kubah lava Gunung Api Kelud dapat mencapai diameter 1,5 km dengan tinggi kubah mencapai 300–500 meter. Jika kubah lava telah penuh, maka jika pertumbuhan kubah lava masih berlanjut akan terjadi guguran yang selanjutnya diendapkan pada lereng-lereng membangun tubuh gunung api berselingan dengan lava koheren yang menjangkau hingga lereng bagian atas. Ketika aktivitas gunung api berlangsung pada musim hujan, sedangkan pertumbuhan kubah lava telah mencapai puncaknya, maka akan meningkatkan volume air yang mengisi cekungan kawah, kemudian berinfiltrasi ke dalam rekahan tubuh kubah lava dan meningkatkan tekanan erupsi. Jika elastisitas kubah lava terlampaui, maka dapat mentriger untuk terjadinya erupsi eksplosif menghasilkan material yang disebut sebagai lahar letusan, contohnya dapat dijumpai di Gunung Api Galunggung (tahun 1982) dan Gunung Api Kelud (tahun 1994). 

Kubah Lava Merapi Th 2021 Sumber :https://magma.esdm.go.id/

Jika magma keluar pada bidang miring (lereng gunung api) maka bentuk kubah tidak simetri, membentuk lidah lava ke arah yang lebih rendah atau bahkan mengakibatkan longsoran material kubah lava itu sendiri, seperti yang terjadi di Gunung Merapi. Kubah lava Merapi yang dihasilkan selama periode erupsinya tahun 2005–2006, hingga tanggal 13 Mei 2006 mencapai volume 5,2 juta m3 , dengan ketinggian 200 m. Kubah lava tahun 1911–1913 akhirnya runtuh akibat tergerus oleh aliran lava tahun 2005–2006 pada tanggal 15 Juni 2006, setelah sebelumnya rekah akibat gempa bumi tanggal 27 Mei 2006. Kini, bagian puncak selatan Gunung Api Merapi hingga periodenya pada 2010 ini belum membentuk kubah lava baru. Kubah lava periode aktivitas 2005–2006 yang terbentuk pada puncak bagian barat-baratlaut tersundul oleh kubah lava periode aktivitas tahun 2010, sehingga sebagian runtuh membentuk banjir lahar pada periode 2011. Kubah lava Gunung Api Kelud yang terbentuk pada periode tahun 2007–2008 yang mengisi danau kawah menyebabkan volume kawah menjadi meningkat hingga 4,7 m3 . Saat kawah tersebut dipenuhi oleh kubah lava pada aktivitas setelahnya, serta air danau kawah mengisi celah-celah dan rekahan pada tubuh lava, sehingga tubuh kubah lava terfragmentasi, maka yang mungkin akan terjadi adalah penambahan tekanan erupsi oleh uap air yang mengisi rekahan, serta air yang teruapkan yang selanjutnya mengubah komposisi batuan kubah lava menjadi lebih brsifat hidrous. Potensi erupsi eksplosif pada periode aktivitas berikutnya menjadi lebih besar dengan intensitas erupsi yang lebih besar pula. Kubah lava yang muncul di dasar laut atau perairan, permukaannya tersusun atas endapan hialoklastik berbutir pasir atau yang lebih kasar, sebagai contoh adalah kubah lava di Gunung Rinjani yang di dalamnya terdapat air danau dan air laut yang mengisi cekungan kubah lava Pada bagian tengah, lava terbreksiasi karena pembekuan yang sangat cepat, permukaan lava terlapisi dengan kerak kaca, sedangkan pada bagian dalam tersusun atas batuan beku masif. Kubah lava andesitis di dasar laut atau jika menyentuh tubuh air sering terbreksiasi membentuk breksi autoklastik. Breksi ini dicirikan oleh komposisi fragmen dan matriksnya yang sama. Lava basalan di dasar laut tidak mampu mengalir dalam jarak yang jauh, dan biasanya membentuk struktur bantal yang memanjang sesuai dengan arah alirannya. Lava tersebut tertumpuk di atas puncak gunung api, yang sering membentuk tubuh gunung api “seamount”.

D. Tipe Gunung Api Lain

Tipe gunung api lain yang sering dijumpai adalah kerucut skoria, maar, cincin tuf dan kerucut tuf. Kerucut skoria dapat dijumpai pada gunung api tipe perisai, yang dibangun oleh lontaran abu dari lava fountain atau hasil pengendapan abu erupsi freatiknya, membentuk morfologi kerucut, begitu juga dengan kerucut tuf. Maar banyak dijumpai di permukaan bulan dalam bentuk lubang-lubang bekas erupsi monogenetiknya. Maar juga banyak dijumpai sebagai akibat dari jatuhnya meteorit di permukaan bumi, hingga membentuk lubang besar yang selanjutnya memicu terjadinya rekahan dan rekahan tersebut menjangkau hingga tubuh reservoir magma yang di sekitarnya dijumpai tubuh gunung api. Oleh tekanan yang sangat besar dari permukaan, magma yang berada dalam reservoir magma selanjutnya tertekan dan meluap ke permukaan dengan tekanan yang besar. Oleh tekanan yang besar itu pula, membentuk lubang erupsi yang berdiameter besar. Di Indonesia, maar dapat dijumpai di sekitar Gunung Ciremai, Gunung Lamongan, Gunung Slamet dan Gunung Muria di Jawa; serta Gunung Suoh, Gunung Ranau, dan Gunung Talang di Sumatra. Kerucut skoria dan kerucut tuf adalah tipe gunung api terkecil yang tingginya kurang dari 300 m, diameter 3–5 km, dan gradien lereng lebih dari 35o , beberapa kerucut sinder yang lebih tua memiliki kelerengan 15–20o akibat proses erosi yang mengelupas bagian puncaknya (Cas & Wright, 1987). Yang membedakan antara kerucut skoria dan kerucut tuf adalah komposisinya. Komposisi tubuh kerucut skoria tersusun atas lapilli-lava basal (berwarna merah bata hingga coklat), sedangkan kerucut tuf tersusun atas abu (tuf) gunung api berkomposisi asam rioltik (berwarna abu-abu terang hingga putih). Kerucut skoria juga disebut kerucut sinder (cinder cones). Lerenglereng kerucut skoria lurus-lurus dan kawah puncak sangat besar, dengan onggokan material di puncak relatif kecil. Kebanyakan morfologinya simetri, namun beberapa ada yang tak-simetri, karena: 1. pertumbuhan tefra ke atas terhalang arah angin, 2. pertumbuhan memanjang melalui bukaan eruptif, atau 3. naiknya lava basal secara parsial pada sisi tertentu. Ketika material skoria disemburkan, bagian interiornya teroksidasi sehingga berwarna merah. Kerucut sinder biasanya dijumpai sebagai parasit oleh erupsi lereng gunung api tipe perisai dan strato. Tefra kerucut sinder berukuran lapilli hingga bom (jarang), kadang-kadang mengandung material hasil semburan lava kaya gas terlarut. Fragmen tefra berlubanglubang bekas keluarnya gas (vesicles), membentuk struktur skoriaan atau sinderan. Tefra tertumpuk sebagai endapan jatuhan membangun tubuh gunung api di sekitar kepundan (Anonim, 2000). Material erupsi kerucut sinder dibentuk oleh peleburan dan penguapan gas secara cepat dari lava cair, membentuk sinder, menumpuk dan masuk kembali ke dalam kawah dan membangunnya hingga setinggi 1200 kaki. Mekanisme erupsinya adalah freatik dengan tipe erupsi Stromboli secara monogenetik, dengan kolom letusan yang terdiri atas tefra basal setinggi beberapa ratus meter. Erupsi sinder biasanya mengawali erupsi efusif tipe Hawaii, yang dibentuk oleh persentuhan tubuh magma pada tubuh air tanah pada saat pembentukan rekahan di atasnya. Itulah sebabnya, tubuh kerucut sinder juga berasosiasi dengan lava. Aliran lavanya sendiri selanjutnya mengalir menuruni lereng dan membentuk tubuh sungai lava, banjir lava atau kubangan lava. Kerucut sinder dan lava basal tersebut selanjutnya terkumpul di puncak gunung api membentuk lingkaran mengerucut. Kecuali kerucut sinder Cerro Negro, di sisi barat laut Gunung Las Pilas (Nicaragua), meletus sebanyak 20 kali sejak 1850 (Anonim, …). Kebanyakan kerucut sinder memiliki kawah yang berbentuk cekungan seperti panci yang terletak di puncaknya Lava dengan kandungan gas yang sangat tinggi diledakkan secara hebat ke udara, sehingga terfragmenkan menjadi material padat lalu jatuh sebagai sinder (bola api). Material tersebut selanjutnya diendapkan di atas puncak gunung api, hanya di sekitar kepundan sejauh tidak lebih dari 1 km. Gunung api kerucut sinder banyak dijumpai di Amerika Utara, seperti Mauna Kea di Hawaii dan Paricutin di Meksiko (Anonim, 2000). Kerucut sinder Paricutin dibangun selama 9 tahun dengan luas wilayah 100 mil2 . Letusannya pada tahun 1946 telah menghancurkan kota San Juan (Anonim, 2000). Maar dan Cincin Tuf Tipe gunung api maar dan cincin tuf dihasilkan oleh erupsi eksplosif hidrovulkanik bertekanan tinggi. Letusan tersebut selanjutnya menghasilkan depresi berbentuk melingkar dengan kaldera rendah, akibat lontaran debris. Letusan itu dipicu oleh naiknya kolom magma karena intrusi diapirik. Depresi maar dapat menyingkapkan bagian dasar pada dinding lubang bagian dalam, sedangkan cincin tuf (tuff ring) sendiri dibangun di atas batuan dasarnya. Maar dihasilkan dari letusan freatik monogenetik yang dibentuk oleh intrusi diapirik yang menyinggung air tanah. Tipe gunung api ini diinterpretasi oleh banyak ahli terbentuk di atas diatrema yang dihasilkan oleh letusan yang sangat besar. Letusan tersebut dihasilkan oleh ekspansi gas dan magmatik. Maar mengandung material batuan dinding terfragmentasi yang lebih besar dibandingkan cincin tuf. Material hasil letusan maar sama sebagaimana letusan tipe kaldera gunung api poligenetik. Cincin tuf dihasilkan dari kombinasi antara air tanah yang terpanaskan dengan vesikulasi magma (erupsi freatomagmatik) akibat intrusi yang relatif dangkal. Cincin tuf mengandung fragmen-fragmen material magmatik yang lebih banyak (juvenil), contoh: tuf palagonit. Morfologi maar hampir menyerupai kerucut tuf, yang membedakannya adalah maar memiliki kawah yang lebih dangkal dan morfologi yang lebih datar. Diameter maar bervariasi dari 200 hingga 6.500 ft dengan kedalaman kawah 30–650 ft. Biasanya kawah maar terisi air membentuk danau alam, sebagai contoh adalah maar Gunungrowo dan maar Gembong di Pati (Jawa Tengah). Kebanyakan maar memiliki rim (lingkaran kawah) yang tersusun atas campuran material lepas dan fragmen batuan gunung api dan hancuran batuan dinding dari diatrema, membentuk endapan jatuhan, seruakan dan aliran piroklastik, berukuran abu hingga blok/bom dengan komposisi magmatik sama dengan komposisi gunungapi induknya.

Maar

Maar banyak dijumpai di sekitar gunung api tipe komposit di Jawa, seperti di sekitar Gunung Welirang, Gunung Slamet, gunung Cireme, Gunung Muria, dan Gunung Arjuno. Sedangkan cincin tuf dapat ditemukan di bagian barat Amerika Serikat, di daerah Eifel (Jerman), dan Arab Saudi dan daerah-daerah dengan gunung api muda di dunia. Dari hasil pemotretan satelit, maar juga banyak menyusun geomorfologi planet Mars. Fosil maar juga banyak dijumpai di sekitar Gunung Muria, Jawa Tengah, seperti maar Gembong, maar Gunungrowo dan maar Bambang. Rim kawah maar tersusun atas batuan piroklastik hasil letusan hidrovulkanik, lava basal dan batuan dasar. Contoh ideal letusan maar dijumpai di Zuni Salt Lake di New Mexico. Danau garam ini berada pada dasar kawah datar yang dangkal dengan diameter 6.500 kaki dan sedalam 400 kaki (Anonim, 2000). Rim rendah ini tersusun atas pecahanpecahan lepas lava basalan dan batuan dinding (dasar) yaitu batupasir, serpih dan batu gamping. Contoh lain adalah erupsi Tarawera yang dapat menimbun tiga desa dan membunuh sedikitnya 150 orang di Pulau New Zealand Utara pada 1886 (Anonim, 2000).

 


Reverensi:

Alzwar, M., 1985, G. Kelut, Berita Berkala Volkanologi Edisi Khusus, no. 108, Direkt. Vulkanologi, 60.

Cas, R.A.F & Wright, J.V. 1987. Volcanic successions: modern and ancient, London: Allen and Unwin, 528.

Bronto, S. 2010, Geologi Gunung Api Purba, Publikasi Khusus Badan Geologi - Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 154.

Kusumadinata, K. 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Bandung: Volcanological Survey of Indonesia, 820.

Mulyaninsih, Sri. 2015. Vulkanologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Macdonald, G. A. 1972. Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510.

Tilling, R.I. 2000. Volcanoes, 2nd edition. US Govt: Printing Office, 45.

https://www.atlasobscura.com

www.livescience.com